BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam
era Modern ini banyak masalah-masalah yang menyebabkan rusaknya lingkungan
hidup, sehingga membuat bangsa Indonesia terhalangi untuk menjadi bangsa yang
sejahtera. Pencemaran lingkungan salah satunya
yaitu pencemaran tanah, dimana pencemaran tanah di sebabkan oleh sampah padat . Baik itu sampah organik maupun
sampah anorganik yang berbahaya dan sulit dikelola.
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu
proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia, dalam proses-proses alam tidak
ada sampah, yang ada hanya produk-produk yang tak bergerak. Sampah juga merupakan suatu bahan yang
terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktifitas manusia maupun alam yang
belum memiliki nilai ekonomis.
Banyak orang
yang membuang sampah tidak pada tempatnya, seperti dipinggiran kali, pinggir
jalan, bahkan ditempat orang berbelanja bahan makanan yaitu pasar. Tumpukan
sampah menggunung dan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Hal itu sangat mengganggu
aktivitas orang-orang dipasar, tetapi sampah itu menumpuk karena ulah
orang-orang itu sendiri.
Selain sampah padat, limbah cair dari tumpukan sampah juga sangat
mempengaruhi terjadinya pencemaran badan air. Air lindi atau leachate terbentuk
oleh air hujan yang merembes ke dalam timbunan sampah, dan kandungan air tanah
yang tinggi. Air hujan yang merembes menimbulkan aliran dan membawa
bermacam-macam zat yangterdapat dalam sampah seperti nitrit, nitrat, metan,
karbon dioksida, sulfat,sulfida, amoniak, air dan mikroorganisme (Damanhuri
1993).
Banyak
kasus yang disebabkan oleh sampah dan limbah padat apabila tidak diolah secara benar
dan tepat, contohnya saja gangguan bau yang menusuk dan pemandangan
(keindahan/kebersihan) yang menarik perhatian panca indera kita. Selain itu,
berbagai macam penyakit juga banyak bermunculan, Penyakit-penyakit
yang diakibatkan antara lain diare, disentri, kolera, tifus, hepatitis dan
penyakit lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kualitas pemeriksaan kimia air lindi di TPST Piyungan?
2. Berapakah kadar Pb dalam tanah di TPST Piyungan ?
3. Bagaimana kualitas pemeriksaan fisik tanah di TPST Piyungan ?
4. Bagaimana kualitas pemeriksaan mikribiologi tanah di TPST Piyungan ?
5. Berapakah jumlah kepadatan Lalat di TPST Piyungan ?
C. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui kualitas pemeriksaan kimia (BOD, COD, TSS,) air lindi di
TPST Piyungan
2. Mengetahui kadar Pb dalam tanah di TPST Piyungan.
3. Mengetahui kualitas pemeriksaan fisik tanah di TPST Piyungan
4. Mengetahui kualitas pemeriksaan mikrobiologi tanah di TPST Piyungan
5.
Mengetahui jumlah kepadatan Lalat di TPST Piyungan
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Dasar Teori
1.
Sampah
Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau
proses alam yang berbentuk padat. Selanjutnya yang dimaksud dengan sampah
spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya
memerlukan pengelolaan khusus.
Berdasarkan sifatnya,
sampah dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Sampah Organik
Sampah
Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari
alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah
ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian
besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari
dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, dan daun.
b. Sampah Anorganik
Sampah
Anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak
bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam
seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak
dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam
waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya
berupa botol, botol plastik, tas plastik, dan kaleng.
2.
Air Lindi
Air
lindi adalah limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam
timbunan sampah, melarutkan dan membilas materi-materi terlarut, termasuk
materi organik hasil proses dekomposisibiologis (Tchobanoglous 1993). Lindi
tersebut merupakan cairan yangterbentuk karena adanya air hujan yang merembes
ke dalam timbunansampah dan menimbulkan aliran yang melarutkan zat-zat yang
terdapatdalam sampah seperti nitrat, nitrit, metan,
, sulfat, sulfide, air dan mikroorganisme
(Damanhuri 2008). Air lindi yang tidak terolah dapat meresap ke dalam tanah
yangberpotensi tercampur dengan air tanah sehingga menimbulkan pencemaran
tanah, air tanah dan air permukaan. Komposisi lindi berbagai macam TPS memiliki
nilai berbeda-beda. Pada TPS yang semakin tua menghasilkan molekul organik yang
sulit terdegradasi ditunjukkan dengan rendahnya rasio BOD/COD dan tingginya
nilai NH-N (Purwanta, 2007)
3.
Pemeriksaan fisika Tanah (pH dan Kelembaban)
Tanah (bahasa Yunani: pedon; bahasa Latin: solum) adalah bagian kerak
bumi yang tersusun dari mineral dan bahan organik. Pengambilan sampel tanah
merupakan tahapan terpenting di dalam program uji tanah. Pemeriksaan kualitas
fisik tanah yang dilakukan meliputi : suhu, pH dankelembaban tanah.
Suhu atau disebut
temperatur tanah menunjukkan derajat panas
dari tanah tersebut.
Suhu tanah berpengaruh
terhadap penyerapan air. Makin rendah suhu, makin sedikit air yang di
serap oleh akar. Kelembaban tanah
merupakan konsentrasi uap air yang terkandung dalam tanah. Kelembaban tanah
diperiksa dengan menggunakan hygrometer. pH tanah menunjukkan derajat keasaman tanah
atau keseimbangan antara
konsentrasi H+ dan OH- dalam larutan tanah. Apabila konsentrasi H+ dalam
larutan tanah lebih banyak dari OH- maka suasana larutan tanah menjadi asam,
sebalikya bila konsentrasi OH- lebih banyak dari pada konsentrasi H+ maka suasana
tanah menjadi basa. pH tanah yang optimal adalah antara
5,6-6,0. Pada tanah pH lebih rendah dari 5.6 pada umumnya mengakibat rendahnya
ketersediaan unsur hara
penting seperti fosfor dan nitrogen. Bila pH lebih rendah dari 4.0 pada
umumnya terjadi kenaikan Al3+ dalam larutan tanah yang berdampak secara fisik
merusak tanah. Pengukuran pH tanah bisa dilakukan dengan beberapa cara yaitu
dengan kertas lakmus, pH indikator dan pH soil tester. Pengukuran yang paling
akurat adalah menggunakan pH soil tester.
4.
Pemeriksaan Kimia Air Lindi
a. DO (Dissolved oxygen)
Oksigen
terlarut (dissolved oxygen) merupakan konsentrasi gas oksigen yang terlarut
dalam air. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari hasil fotosintesis oleh
fitoplankton atau tumbuhan air dan proses difusi dari udara (Fardiaz, 1992).
Faktor yang mempengaruhi jumlah oksigen terlarut di dalam air adalah jumlah
kehadiran bahan organik, suhu, aktivitas bakteri, kelarutan, fotosintesis dan
kontak dengan udara. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan
musiman tergantung pada percampuran (mixing) dan (turbulence) massa air,
aktivitas fotosintesis, respirasi, dan keadaan limbah yang masuk ke badan air,
sehingga akan mempengaruhi kelarutan dan keberadaan unsur-unsur nutrien di
perairan (Wetzel, 2001).
b. BOD (Biochemical Oxygen Demand )
Biochemical
Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk
menguraikan bahan organik yang terdapat dalam air pada keadaan aerobik yang
diinkubasi pada suhu 20oC selama 5 hari, sehingga sering disebut BOD5(APHA,
1989). Nilai BOD5 perairan dapat dipengaruhi oleh suhu, densitas plankton,
keberadaan mikroba, serta jenis dan kandungan bahan organic (Effendi, 2003).
Nilai BOD5ini juga digunakan untuk menduga jumlah bahan organik di
dalam air limbah yang dapat dioksidasi dan akan diuraikan oleh mikroorganisme
melalui proses biologi.
Kategori
kekuatan organik lindi
Kategori kekuatan lindi
|
Kisaran konsentrasi (mg/l)
|
|
COD
|
BOD5
|
|
Rendah
|
< 1.000
|
220 – 750
|
Sedang
|
1.000 – 10.000
|
750 – 1.500
|
Tinggi
|
> 10.000
|
1.500 – 36.000
|
Sumber :
Pohland dan Harper, 1985
c. COD
Chemical
oksigen demand (COD) adalah ukuran kapasitas air untuk mengkonsumsi oksigen
selama dekomposisi organik materi dan oksidasi kimia anorganik seperti amonia
dan nitrit. COD pengukuran biasanya dilakukan pada sampel air limbah atau
perairan alami terkontaminasi oleh limbah domestik atau industri.Oksidan yang
digunakan umumnya dalam tes COD kalium dikromat (K2Cr2O7) yang digunakan dalam
kombinasi dengan didih asam sulfat (H2SO4). Karena oksidan kimia ini tidak
spesifik untuk memakan bahan kimia oksigen yang organik atau anorganik, kedua
sumber kebutuhan oksigen diukur dalam uji COD.
Pada prinsipnya pengukuran COD adalah
penambahan sejumlah kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel
yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan
selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium dikromat ditera dengan
cara titrasi. Sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun
yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi. Dengan demikian kalium bikromat
yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan
nilai COD dapat ditentukan. Arti penting pengetahuan nilai COD dalam
pengendalian limbah industri yaitu untuk dapat mengetahui seberapa berbahayanya
suatu limbah hasil produksi pada industri. COD mempunyai batasan nilai ambang
batasnya agar suatu buangan limbah tersebut yaitu sungai, danau atau laut dalam
keadaan baku mutu air. Dengan mengetahui tingkat tinggi rendahnya dapat
langsung mengatisipasi berbahayanya limbah tersebut untuk kelangsungan hidup.
Nilai COD tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut telah tercemar.
d. TSS
Total
suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah
residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel
maksimal 2μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. TSS menyebabkan
kekeruhan pada air akibat padatan tidak terlarut dan tidak dapat langsung
mengendap. TSS terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih
kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu, sel-sel
mikroorganisme, dan sebagainya (Nasution, 2008) .
TSS
merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen, dan
berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat
menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan (Tarigan dan
Edward, 2003). TSS umumnya dihilangkan dengan flokulasi dan penyaringan.
TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan dengan membatasi penetrasi
cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di perairan. Oleh karena itu nilai
kekeruhan tidak dapat dikonversi ke nilai TSS.
5. Pemeriksaan Mikrobiologis
Tanah
a.
Cacing Tanah
Cacing merupakan salah satu parasit
yang menghinggapi manusia. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih
tetap ada dan masih tinggi prevalensinya, terutama di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Hal ini merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang masih perlu ditangani.
Penyakit infeksi yang disebabkan cacing itu dapat dikarenakan di daerah tropis khususnya Indonesia berada
dalam posisi geografis dengan temperature serta kelembaban yang cocok untuk perkembangbiakan cacing
dengan baik (Kadarsan,2005).
Hasil survey di beberapa tempat
menunjukkan prevalensi antara 60%-90%
pada anakk usia sekolah dasar. Salah
satu penyakit infeksi yang masih banyak
terjadi pada penduduk di Indonesia adalah yang disebabkan golongan
Soil-Transmitted Helminth, yaitu
golongan nematode usus yang dalaam penularannya atau dalam siklus hidupnya
melalui media tanah. Cacing yang tergolong dalam Soil-Transmitted Helminth
adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis
serta cacing tambang yaitu Necator americanus dan Ancylotoma duodenale
(Siregar, 2006)
b.
Jamur Pada Tanah
Jamur adalah
semua anggota Fungi dan beberapa organisme yang pernah dianggap berkaitan
seperti jamur lendir dan bacteria. Jamur dapat pula diartikan sebagai tubuh
buah yang lunak dari sekelompok anggota Fungi yang biasanya muncul pada
permukaan tanah atau substrak tumbuhnya. Berkaitan dengan pemanfaatan selulosa,
jamur tanah akan membentuk kolonisasi tertentu. Pengamatan jamur tanah di TPA
perlu dilakukan untuk menginventarisasi jamur tanah yang tumbuh pada tanah TPA
dan mengamati bentuk atau pola jamur pada tanah di TPA.
Tanah sehat dan subur merupakan
system hidup dinamis yang dihuni oleh berbagai organism (mikro flora, mikro
fauna, serta meso dan makro fauna). Organisme tersebut saling berinteraksi
membentuk suatu rantai makanan sebagai manifestasi aliran energi dalam suatu
ekosistem untuk membentuk tropik rantai makanan (Simarmata et al, 2003).
6. Pb dalam Tanah
Timbal/Timah hitam (Pb) tergolong kedalam
logam berat, yang dalam sistem periodik unsur ini terletak pada unsur golongan
IV A, dan periode ke 6. Timah Hitam mempunyai berat atom 207,21; berat jenis
11,34; bersifat lunak serta berwarna biru atau silver abu - abu dengan kilau
logam, nomor atom 82 mempunyai titik leleh 327,4ºC dan titik didih
1.620ºC.Timbal termasuk logam berat ”trace metals” karena
mempunyai berat jenis lebih dari lima kali berat jenis air. Bentuk kimia
senyawa Pb yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan akan mengendap pada
jaringan tubuh, dan sisanya akan terbuang bersama bahan sisa metabolisme.
Timbal biasanya ditemukan di dalam batu -
batuan, tanah, tumbuhan dan hewan. Timbal 95% bersifat anorganik dan pada
umumnya dalam bentuk garam anorganik yang umumnya kurang larut dalam air.
Selebihnya berbentuk timbal organik. Waktu keberadaan timbal dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti arus angin dan curah hujan. Timbal tidak mengalami
penguapan namun dapat ditemukan di udara sebagai partikel. Karena timbal
merupakan sebuah unsur maka tidak mengalami degradasi (penguraian) dan tidak
dapat dihancurkan. Timbal banyak dimanfaatkan oleh kehidupan manusia seperti
sebagai bahan pembuat baterai, amunisi, produk logam (logam lembaran, solder,
dan pipa), perlengkapan medis (penangkal radiasi dan alat bedah), cat, keramik,
peralatan kegiatan ilmiah/praktek (papan sirkuit/CB untuk komputer) untuk
campuran minyak bahan - bahan untuk meningkatkan nilai oktan.
7. Kolonisasi Lalat
Lalat mempunyai sifat kosmopolitan, artinya kehidupan lalat dijumpai
merata diseluruh permukaan bumi. Diperkirakan diseluruh dunia terdapat lebih
kurang 85.000 jenis lalat, tetapi semua jenis lalat terdapat di Indonesia.
Jenis lalat yang paling banyak merugikan manusia adalah jenis lalat rumah
(Musca domestica), lalat hijau (Lucilia sertica), lalat biru (Calliphora
vomituria) dan lalat latrine (Fanniacanicularis). Lalat juga merupakan spesies
yang berperan dalam masalah kesehatan masyarakat yaitu sebagai vektor penularan
penyakit saluran pencernaan. Penularan penyakit terjadi secara mekanis, dimana
bulu–bulu badannya, kaki-kaki serta bagian tubuh yang lain dari lalat merupakan
tempat menempelnya mikroorganisme penyakit yang dapat berasal dari sampah,
kotoran manusia, dan binatang. Bila lalat tersebut hinggap ke makanan manusia,
maka kotoran tersebut akan mencemari makanan yang akan oleh manusia sehingga
akhirnya akan timbul gejala sakit pada manusia yaitu sakit pada bagian perut
serta lemas. Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain disentri,
kolera, thypus perut, diare dan lainnya yangberkaitan dengan kondisi sanitasi
lingkungan yang buruk (Depkes, 2001).
8. Kondisi Lapangan
Praktik lapangan yang praktikan lakukan
pada hari Rabu, 2 Desember 2015 adalah bertempat di TPST Piyungan. TPST
Piyungan berdiri sejak tahun 1996 dengan luas area sekitar 12,5 hektar. Untuk
area sampah menempati kurang lebih 10 hektar, area pengelolaan sekitar 2,5
hektar. TPST Piyungan melayani 3 kabupaten yaitu Sleman, Kodya Yogyakarta dan
Bantul. Pelayanan di TPST Piyungan adalah 24 jam dengan sistem timbangan.
Pegawai TPST Piyungan adalah 34 outsourcing dan 3 PNS. Di area TPST Piyungan
terdapat sapi yang berjumlah sekitar 1200 sapi.
Untuk penanganan sampah di TPST ini, masih
dengan sistem pengelolaan, belum pengolahan. Pengelolaan yang dilakukan adalah
dengan cara Sanitary Landfill tiap hari pada 3 zona. Pengelolaan sampah
menggunakan alat berat dan truk sampah. Hasil pembusukan sampah organik berupa
lindi diolah secara fisik dan kimiawi. Secara fisik menggunakan aerator,
sedangkan secara kimiawi menggunakan bahan kimia. Untuk pengujian kualitas air dan udara di
lingkungan TPST Piyungan, dilakukan setiap 3 bulan sekali oleh BTKL dan
Hiperkes. Komplain dari daerah sekitar TPST adalah adanya bau dan lalat.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Pelaksanaan
1.
Pengambilan Sampel
Hari,Tanggal : Rabu, 02 Desember 2015
Tempat : TPST Piyungan
2.
Pemeriksaan
Hari,Tanggal : Kamis, 03 Desember 2015
Tempat : Laboratorium Mikrobiologi
dan Laboratorium Kimia Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
B. Proses Pengolahan Air Lindi
di TPST Piyungan
Pengolahan lindi menggunakan 7 tahapan, yaitu :
1.
Penambahan NaOH
NaOH digunakan untuk
proses netralisasi, karena pH air lindi yang asam sehingga pH nya harus
dinaikkan terlebih dahulu sebelum diolah.
2.
Penambahan koagulan PAC
Penambahan PAC
dimaksudkan untuk pembentukan flok dari partikel-partikel air lindi.
3.
Penambahan Flokukan SOKLIR
Penambahan SOKLIR
dimaksudkan untuk pembentukan flok yang lebih besar sehinggan lebih mudah
mengendap.
4.
Penambahan Desinfektan
Desinfektan berupa
serbuk Kalium Permanganat atau biasa disebut PK.
5.
Filtrasi
Media filtrasi yang
digunakan adalah pasir silica dan karbon aktif
6.
Aerasi
Aerasi menggunakan 2
kolam besar dengan 3 unit aerator.
7.
Penambahan kaporit
C. Metode Pemeriksaan
a.
Pengambilan
Sampel Tanah
1.
Alat dan Bahan :
a)
Tanah
b)
Sendok
Semen (Sekop)
c)
Kantong
Plastik
d) Bor Tanah
e)
Kertas Label
2.
Prosedur
Kerja :
a)
Menyiapkan
alat dan bahan
b)
Memilih
lokasi dengan tanah yang tidak terlalu banyak plastik agar mudah untuk di bor
agar mudah untuk diambil sampelnya
c)
Tanah di
bor dengan menggunakan alat bor tanah
d) Mengambil sampel tanah dengan menggunakan
sendok semen (sekop) kemudian
memasukkannya ke kantong plastik dan memberi label dengan isi label waktu
pengambilan sampel, nama pengambil sampel, dan jenis pemeriksaan.
e)
Membawa
sampel ke Laboratorium
b.
Pemeriksaan pH dan Suhu
·
Pemeriksaan pH
1.
Alat dan Bahan
a)
pH- Moisture Meter dan sekop
b)
Tanah
2.
Prosedur Kerja
a)
Menyiapkan alat dan bahan
b)
Melubangi tanah hingga
15 cm ditanah yang telah di bor
c)
pH- Moisture dimasukkan kedalam
tanah yang telah dilubangi
d)
Menggeser tombol ke arah pH untuk
mengukur pH tanah dan menggeser tombol kearah kelembaban untuk mengukur
kelembaban tanah
e)
Menunggu hingga 15 menit agar
konstan
f)
Baca hasil dan catat
·
Pemeriksaan Suhu Tanah
1.
Alat dan Bahan
a)
Termometer dan sekop
b)
Tanah
2.
Prosedur Kerja
a)
Menyiapkan alat dan bahan
b)
Melubangi tanah hingga
15 cm ditanah yang telah di bor
c)
Termometer dimasukkan kedalam
tanah yang telah dilubangi
d)
Menunggu hingga 1 menit agar
konstan
e)
Baca hasil dan catat
c.
Pemeriksaan DO, BOD
1.
Alat
·
Botol oksigen 5 buah
·
Buret
·
Statis
·
Tabung ukur
·
Labu erlenmeyer
·
Pipet ukur
2.
Bahan
·
Air sampel
·
Aquades
·
Air pengencer
·
Pereaksi alkali-iodida-azide
·
Larutan MnSO4 20%
·
Larutan H2SO4 pekat
·
Larutan Na2S2O3
·
Larutan amylum
3.
Cara Kerja
a)
Pengujian Oksigen Terlarut (DO)
·
Mengukur volume botol oksigen
·
Botol oksigen dibilas dengan akuades,
kemudian dibilas dengan air sampel yang akan diuji
·
Air sampel diisikan ke dalam botol
oksigen sampei penuh melalui dinding agar tidak terjadi aerasi, ditutup
sedemikian rupa sehingga tidak ada gelembung udara
·
Tutup botol dibuka lagi kemudian
ke dalamnya ditambah 2 ml MnSO4
dan 2 ml pereaksi alkali-iodida-azide.
·
Botol ditutup dengan hati-hati
untuk mengeluarkan gelembung udara dan digojok dengan cara dibolak-balik sampai
homogen
·
Didiamkan kurang lebih 5 menit
sehingga terbentuk endapan lebih dari 100
ml.
·
Mengamati endapan yang terbentuk
·
Jika terbentuk endapan putih, DO =
0 ppm, maka pemeriksaan dihentikan
·
Jika terbentuk endapan coklat, DO
= ada, maka pemeriksaan dilanjutkan
·
Tutup dibuka, kemudian ditambah 2
ml H2SO4 pekat, digojok sampai endapan larut lagi dan
terbentuk warna kuning
·
Diambil 200+x ml dan dimasukkan ke
dalam labu erlenmeyer
-
x adalah tumpahan air sampel
setelah ditambah MnSO4 dan pereaksi O2
-
x = 200
v = volume botol O2
P = jumlah volume pereaksi yang ditambahkan
·
Dititrasi dengan Na2S2O3
secara cepat sampai warna kuning tua berubah menjadi kuning jerami
·
Ditambah 1-2 ml amylum sehingga
terbentuk warna biru
·
Titrasi dilanjutkan sampai warna
biru tepat hilang
·
Dicatat volume titrasi
b)
Pengujian BOD5.20
·
Pembuatan air pengencer :
Setiap liter aquades + 1 ml buffer BOD + 1 ml MgSO4 + 1 ml
CaCl2 + 1 ml FeCl3 kemudian diaerasi selama 1 jam.
·
Pengenceran sampel menggunakan
rancangan 4 botol oksigen.
·
Berdasarkan DO segera 6,517 mg/l,
maka pengencerannya adalah 4x.
·
250 ml sampel dicampurkan dengan
750 ml air pengencer secara hati-hati melalui dinding gelas agar tidak terjadi
aerasi.
·
Kemudian sampel yang telah
diencerkan diisikan ke dalam 2 botol oksigen yang telah diketahui volumenya,
masing-masing diberi label DOs AC dan DOe AC
·
2 botol lain yang telah diketahui
volumenya diisi dengan air pengencer, diberi tanda DOs AP dan DOe AP
·
DOs AP dan DOs AC ditentukan
segera oksigen terlarutnya, sedangkan 2 botol yang lain ditutup (DOe AP dan DOe
AC) dan dimasukkan ke dalam inkubator 20°C selama 5
hari.
·
Setelah 5 hari, 2 botol tersebut (
DOe AP dan DOe AC ) diperiksa DO-nya.
d. Pemeriksaan COD
1. Alat
No
|
Nama Alat
|
Jumlah
|
1
|
Tabung COD Tutup Ulir
|
1 buah
|
2
|
Pipet ukur
|
1 buah
|
3
|
Mat Pipet
|
1 buah
|
4
|
Buter Asam
|
1 buah
|
5
|
Labu Erlenmeyer 100 ml
|
1 buah
|
6
|
Statif
|
1 buah
|
7
|
Sendok Penyu
|
1 buah
|
8
|
Glass Beaker
|
1
buah
|
2.
Bahan
No
|
Nama Bahan
|
Jumlah
|
1
|
Reactor COD
|
Secukupnya
|
2
|
Ferro Alumunium Sulfat (FAS) 0,1 N
|
Secukupnya
|
3
|
H2SO4 Pro COD
|
3 ml
|
4
|
HgSO4 Kristal
|
Sepucuk Sendok
|
5
|
K2Cr2O7
0,025 N
|
1,00 ml
|
6
|
Indikator Ferroin
|
1-3 tetes
|
7
|
Air Lindi
|
1,75 ml
|
8
|
Aquades
|
Secukupnya
|
3.
Cara Kerja
·
Menyiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan, cuci alat-alat yang terbuatdari kaca
dengan aquadest hingga bersih.
·
Menyiapkan
dua tabung reaksi tutup ulir, member tanda “blanko” pada tabung yang satu dan
tanda “sampel” pada tabung yang lain.
·
Pada
tabung blanko (BL) tambahkan 2 ml aquadestdan 3 ml H2SO4 pro COD dengan pipet
ukur 10 ml.
·
Tambahkan
1 ml K2Cr2O7 dengan pipet volume dan sepuncuk sendok HgSO4
kristal. Gojok hingga tercampur homogen.
·
Pada
tabung sampel (SP) tambahkan 2 ml sampel dan 3 ml H2SO4 pro COD dengan pipet ukur 10 ml. Tambahkan 1 ml K2Cr2O7
dengan pipet volume dan sepuncuksendok
HgSO44 kristal. Gojok hingga
tercampur homogeny.
·
Masukkan
BL dan SP kedalam reaktor COD
selama 2 jam pada suhu 150oC.
·
Siapkan
dua labu Erlenmeyer bertanda BL atau “blanko” pada labu yang satu dan tanda SP atau “sampe”
pada labu yang lain.
·
Siapkan
titran FAS 0,1 N kedalam buret asam sebanyak 50 ml.
·
Dinginkan
tabung “sampel” dan “blanko” hingga
benar-benar dingin, kemudian pindahkan kedalam labu Erlenmeyer sesuai dengan tandanya.
·
Tambahkan
1-3 tetes indicator Ferroin pada
masing-masing labu Erlenmeyer
·
Lakukan
titrasi dengan titran FAS 0,1 N.
·
Amati perubahan
warna dari kuning menjadi warna coklat atau merah bata. Catat volume awal, volume akhir, dan volume
titrasi.
e. Pemeriksaan TSS
1.
Alat:
·
Gelas kimia
·
Gelas ukur
·
Petridish
·
Corong kaca
·
Pinset
·
Krustang
·
Desikator
·
Hot plate
·
Oven
·
Neraca analitik
2.
Bahan:
·
Sampel air lindi
·
Aguadest
·
Kertas saring
3.
Cara Kerja
·
Menyiapkan alat dan bahan yang
akan digunakan
·
Memasukkan kertas saring kedalam
oven swlama 1 jam dengan suhu 105
·
Setelah dioven, memindahkan kertas
saring kedalam desikator selama 15 menit
·
Menimbang massa kertas saring
dengan neraca analitik hingga ketelitian 4 digit debelakang koma
·
Mengambil sampel sebanyak 100 ml
dengan gelas ukur 100 ml
·
Mengambil kertsa saring yang sudah
diketahui beratnya dengan pingset, kemudian diletakkan pada corong kaca
·
Menyaring air sampel kedalam gelas
kimia melalui kertas saring dalam corong kaca
·
Memasuukan 5 ml aquadest kedalam
gelas ukur kemudian menuangkan kembali kedalam gelas kimia melalui corong kaca
dengan kertas saring
·
Meletakkan kertas saring kedalam
cawan perti kemudian di oven selama 1 jam dengan suhu 105
·
Setelah dioven memindahkan kertsa
saring ke dalam desikator selama 15 menit
·
Menimbang massa cawan petri yang
berisi kertas saring dengan neraca analtik
·
Menghitung TSS dengan menggunakan
rumus
f. Pemeriksaan Pb
1.
Alat dan Bahan
a)
Tabung
reaksi
b)
Timbangan
c)
Corong
kaca
d)
Sendok
e)
Pipet
tetes
f)
Rak tabung
g)
Larutan KI
h)
Aquades
i)
Kertas
saring
2.
Cara Kerja
a)
Menyiapkan
alat dan bahan
b)
Menimbang
tanah 1 gram lalu masukkan dalam tabung reaksi dan ditambah 10 ml pengencer
c)
Mengaduk
dan tunggu sampai mengendap
d)
Setelah
mengendap saring dengan kertas saring yang sudah dilipat pada corong kaca
e)
Setelah di
saring tambahkan larutan KI 1 tetes
f)
Jika
terdapat endapan berwarna kuning perarti (+) ada Pb
g. Pemeriksaan Angka Jamur
1.
Alat
·
Sendok Tanah
·
Timbangan
·
Labu Erlenmeyer
·
Tabung Reaksi
·
Rak Tabung
·
Ose
·
Lampu Spirtus
·
Petridish Steril
2.
Bahan
·
Tanah
·
Aquadest
·
PDA
3. Cara
Kerja
·
Menyiapkan alat dan
bahan.
·
Menimbang sampel tanah
10 gram.
·
Mengencerkan sampel
tanah di labu erlenmeyer dengan aquadest sebanyak 100 ml.
·
Membuat kontrol dengan
mengambil dari pengencer steril (aquadest) 1 ml dan memasukkan ke dalam
petridish kontrol.
·
Mengambil 1 ml sampel
dan menanam di tabung pengencer 101 ,
·
Mengambil 1 ml dari
tabung pengencer 101 kemudian menanam lagi ke tabung pengencer 102,
·
Mengambil 1 ml cairan
pada tabung pengencer 102, dan menanam di tabung pengencer 103
,
·
Mengambil 1 ml dari
tabung pengencer 103 kemudian menanam lagi ke tabung pengencer 104,
·
Mengambil 2 ml cairan
dari tabung pengencer 104, kemudian memasukkan 1 ml ke dalam tabung
pengencer 105, dan 1 ml ke dalam petrisih 104.
·
Mengambil 1 ml cairan
dari tabung pengencer 105, kemudian memasukkan ke dalam petridish 105.
·
Menambahkan PDA ke
dalam petridish kontrol, petridish 104, dan petridish 105.
Kemudian menyampurkan serta menunggu sampai agar mengeras.
·
Menginkubasikan dalam
inkubator 370C selama 2 X 24 jam.
·
Menghitung jumlah kuman
dalam petridish.
h. Pemeriksaan Cacing
1.
Alat
·
Sendok tanah
·
Sentrifuse
·
Tabung sentrifuse
·
Rak tabung reaksi
·
Microskop
·
Obyek glass
·
Deck glass
·
Tabung reaksi
·
Timbangan
·
Lidi
2.
Bahan
·
Sampel tanah
·
Larutan MgSO4
·
Aquades
·
Alkohol
3.
Cara Kerja
·
Menimbang sampel tanah dibersihkan
dari kerikil dan daun—daunan sebanyak 1 gram.
·
Memasukan kedalam tabung
sentrifuse.
·
Menambahkan 20 ml aquadest ke
dalam tabung yang berisi tanah.
·
Mengadung dengan menggunakan lidi.
·
Memasukkan tabung kedalam
sentrifuse dan menghidupkan dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit dan buang
cairan diatasnya. Lakukan sampai cairan aquadest terlihat jernih.
·
Setelah cairan aquadest terlihat
jernih, buang cairan dan ganti dengan MgSO4 kedalam tabung dan masukkan kedalam
sentrifuse dan hidupkan dengan kecepatan 2000 rpm selama 3 menit.
·
Setelah 3 menit, tabung diletakkan
pada rak dan ditambah MgSO4 sampai permukaan menjadi cembung.
·
Menutup deck glass pada tabung dan
tunggu selama 30 menit. Jika terdapat telur dan larva dalam tanah tersebut maka
telur dan larva suddah mengapung dan menempel pada deck glass.
·
Memindahkan deck glass ke atas
obyek glass.
·
Mengamati dibawah mikroskop.
i.
Kepadatan Lalat
1.
Alat dan Bahan
a)
Block Grill
b)
Sarung tangan
c)
Masker
d)
Counter
e)
Alat Tulis
f)
Stopwatch
g)
Hlem kerja
h)
Alat tulis
2.
Cara Kerja
a)
Tentukan titik tengah pengukuran
kepadatan lalat dan beri tanda (T-1)
b)
Ukur jarak dan titik tengah sepanjang
10 meter (T-2), 20 meter (T-3), 30 meter (T-4) 40 meter (T-5) dan 50 meter
(T-6) kea rah permukiman terdekat , masing-masing beri tanda
c)
Siapkan alat tulis
d)
Lakukan pengukuran kepadatan lalat
pada masing masing titik dengan cara:
1)
Letakan blok gril pada titik
sampling T-1
2)
Hitunglah lalat yang hinggap
keblok bgril dengan counter dalam waktu 30 detik menggunakan stopwatch
3)
Catat jumalah lalat yang hinggap
dalam table
4)
Ulangi pengukuran lalat sebanyak
10 kali
5)
Catat jumlah lalat yang hinggap
dalam table
6)
Lalukan pengukuran yang sama
seperti poin 1-5 T-2 T-6
7)
Lakukan perhitiungan kepadatan
lalat dengan cara mengambil jumlah lalat terbesar pada 5 (lima) kali
pengukuran, dijumlahkan dan dirata rata untuk masing masing titik sampling
8)
Rata-Rata yang ada merupakan
tingkat kepadatan lalat masing masing titik
e)
Buatlah grafik tingkat kepadatan
lalat
f)
Cocokan tingkat kepadatan lalat
dengan standar
g)
buatkan rekomendasi interpretasi
darai kepadatan lalat yang ada berdasar
standar
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Pengolahan Air Lindi
Hasil akhir dari pengolahan lindi ini kemudian
dibuang pada badan air, yaitu Sungai Opak. Pada musim penghujan seperti saat
ini, inlet limbah lindi menjadi lebih banyak dan kapasitas pengolahan kurang
memadai sehingga terdapat kebocoran inlet yang belum melalui pengolahan
bercampur dengan outlet dari pengolahan.
B.
Pemeriksaan Kimia Air Lindi
1. DO dan BOD
Ø Pemeriksaan Oksigen Terlarut
(DO)
Volume dititrasi = 201,3
Volume titrasi Na2S2O3 =6,05
Konsentrasi Na2S2O3 = 0,025 N
Faktor Na2S2O3 = 0,98
BE O2 = 8
Ø Perhitungan Oksigen Terlarut
(DO)
=
1000 x ml titrasi x
kons. Na2S2O3 x F Na2S2O3 x BE O2
Vol. dititrasi
= 1000 x 6,05 ml x 0,025 N x 0,98 x 8
200
= 5,929 mg/l
Ø
Pemeriksaan BOD5.20
Sampel
|
Vol.
Botol O2
(ml)
|
Vol.
Dititrasi
(m)
|
Vol. Titrasi
Na2S2O3
(ml)
|
DOs air pengencer
|
263
|
203,1
|
7,55
|
DOe air pengencer
|
315
|
202,5
|
7,1
|
DOs sampel+pengencer
|
318
|
202,5
|
6,8
|
DOe sampel+pengencer
|
318
|
202,5
|
1,9
|
Konsentrasi Na2S2O3 =
0,025 N
Faktor Na2S2O3 =
0,98
BE O2 =
8
Ø
Perhitungan BOD5.20
·
Pengenceran
DO segera sampel = 5,929 mg/l
Pengenceran = 200 x
Dipilih pengenceran
200x yaitu 5 ml sampel diencerkan dengan air pengencer sampai 1000 ml.
·
DO segera Air Pengencer
= 1000 x ml titrasi x kons. Na2S2O3 x F Na2S2O3 x
BE O2
Vol.dititrasi
= 1000 x 7,55 ml x 0,025 N x 0,98 x 8
200
= 7,399 mg/l ( A )
·
DOe Pengencer
= 100 x ml titrasi x kons. Na2S2O3 x F
Na2S2O3 x BE O2
Vol. dititrasi
= 1000 x 7,1 ml x 0,025 N x 0,98 x 8
200
=
6,958 mg/l (B )
·
DO segera campuran
= 1000 x ml titrasi x kons. Na2S2O3 x F Na2S2O3 x
BE O2
Vol. dititrasi
= 1000 x 6,8 ml x 0,025 N x 0,98 x 8
200
=
6,664mg/l ( C )
·
DOe Campuran
= 100 x ml titrasi x kons. Na2S2O3 x F
Na2S2O3 x BE O2
Vol.
dititrasi
= 1000 x 1,9 ml x 0,025 N x 0,98 x 8
200
=
1,862 mg/l
BOD
=
( (DOs CP- DOe Cp) –(DOs P- DOe P)) mg/l
× Pengenceran
= ((6,664-1,862 )-(
7,399 -6,958 ) )mg/l x 100
=(4,802- 0,441) mg/l
x100
=(4361)
mg/l x 100
=436,1
mg/l
Ø Pembahasan
Dari
pemeriksaan air lindi untuk kadar DO, BOD di kolam 3 didapatkan hasil sebesar
436,1 mg/l untuk BOD. Berdasarkan kategori BOD air lindi organik, masuk ke
dalam kekuatan air lindi rendah yaitu kisaran 220-750 mg/l. Tetapi syarat untuk
dapat dibuang ke perairan yaitu 30 mg/l, agar tidak mencemari lingkungan
perairan. Untuk kadar DO di kolam 3 sangat rendah yaitu sekitar 0,0293 mg/l.
Dari hasil tersebut berarti air lindi di TPS piyungan belum layak untuk dibuang
ke perairan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kapasitas pengolahan belum
sesuai dengan volum lindi yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari kolam
lindi yang belum diolah masuk ke kolam lindi yang sudah diolah
2. COD
Ø
Hasil Pemeriksaan Sampel
No
|
Volume
|
Hasil
|
1
|
Volume awal
|
21,5 ml
|
2
|
Volume akhir
|
24,6 ml
|
Selisih
|
3,1 ml
|
Ø
Hasil Pemeriksaan Blanko
No
|
Volume
|
Hasil
|
1
|
Volume awal
|
24,6
ml
|
2
|
Volume akhir
|
29,4 ml
|
Selisih
|
4,8 ml
|
Rumus Pemeriksaan COD :
COD =
x
x
F. FAS x N x BEO2
=
x
( 4,8 ml – 3,1ml) x 0,1 x 0,937 x 8
=
= 637,16 mg/l O2
Jadi dari hasil pemeriksaan COD pada
sampel air lindi adalah sebesar 637,16 mg/l O2
Ø
Pembahasan
Dalam pemeriksaan COD
pada air lindi pada TPST Piyungan menggunakan 2 tabung tutup ulir yaitu untuk
sampel dan blanko. Pada tabung blanko (BL) tambahkan 2 ml aquadest dan pada botol
sampel di tamabahkan 2 ml sampel air lindi kemudian masing masih tbung ulir di
tambahkan 3 ml H2SO4 pro COD dengan pipet ukur 10 ml. Tambahkan 1 ml K2Cr2O7 dengan pipet volume dan sepuncuk sendok HgSO4
kristal kemudian tambahkan gojok hingga tercampur homogen.Masukkan tabung ulir
samel dan blanko kedalam reaktor COD selama 2 jam pada suhu 150oC.
Kemudian setelang di panaskan selama 2
jam masukkan masing masing tabung ulir pada labu erlenmeyer untuk di titrasi
dengna FAS 0,1 N , amati perubahan warna dari kuning menjadi kecoklatan atau
merah bata. Pada pemeriksaan COD air lindi dihasilkan volume awal pada tabung
sampel sebesar 21,5 ml dan volume akhir 24,6 ml. Sedangkan
pada tabung blanko volume awal sebesar 24,6 ml dan volume akhir sebesar
29,4 ml. Setelah dihitung dengan rumus dihasilkan COD sebesar 637,16 mg/l O2. Ambang batas COD
pada air limbah sebesar 200 mg/l sedangkan hasil dari pemeriksaan adalah 637,16 mg/l ini membuktikan bahwa kadar COD dalam air lindi
melebihi ambang batas tercemar.
3. TSS
Ø Perhitungan
Diketahui:
Volume sampel : 40 ml
Massa kertas saring awal : 0,3462 gram
Massa kertas saring akhir : 0,3621 gram
Kadar TSS =
Kadar TSS =
= 397,5 mg/l
Ø
Pembahasan
Dari pratikum pemeriksaan lindi yang telah dilakuakn diketahui
kadar total suspended solid (TSS) atau padatan tersuspensi sebesar 397,5 ppm.
Nilai ini masih belum memenuhi persyaratan, sesuai dengan PP No. 82 Tahun 2001
maksimal kadar TSS yang di perolehkan sebanyak 50 ppm.
C.
Pemeriksaan Fisik tanah
1. Hasil
Ø Suhu didapatkan hasil 3,3
Ø pH didapatkan hasil 6,6
Ø Kelembaban 85 %
2. Pembahasan
Pengambilan sampel tanah dilakukan di sekitar tumpukan sampah
berdekatan dengan pagar pembatas. Dalam
menentukan lokasi pengambilan sampel sebaiknya titik pengambilan sampel tanahnya
terbuka dalam artian tidak mengambil sampel tanah dari, selokan, tanah tererosi
sekitar TPST, bekas pembakaran sampah/ sisa tanaman/ jerami, bekas penimbunan
pupuk, kapur dan bahan organic, dan bekas penggembalaan ternak.
Sebelum dilakukan pengambilan sampel
tanah , permukaan
tanah yang akan
diambil sampel tanahnya harus
dibersihkan terlebih dahulu
dari rumput- rumputan,
sisa tanaman, bahkan organic/ serasah, dan batu- batuan atau
kerikil.Selain itu alat- alat yang digunakan bersih dari kotoran- kotoran dan
tidak berkarat. Kantong plastic yang digunakan sebaiknya masih baru, belum
pernah dipakai untuk keperluan lain. pH tanah yang diperiksa = 3,3 menunjukkan bahwa kondisi tanah tersebut asam,
kurang baik untuk
pertumbuhan tanaman yang ada,
untuk pertumbuhan tanaman yang baik pH tanah mendekati netral (tujuh).
D.
Pemeriksaan Mikrobiologi Tanah
1. Jamur
a) Hasil
Ø Kontrol (k) : 84 kuman
Ø 104 (a) :
110 kuman
Ø 105 (b) :
194 kuman
b)
Perhitungan
JK =
=
=
=
= 563 x 104
= 563 x 103 koloni
c) Pembahasan
Berdasarkan
hasil pemeriksaan sampel tanah untuk pemeriksaan angka jamur yang diambil di
TPST Piyungan dan dilakukan pemeriksaan di laboratorium mikrobiologi
menunjukkan hasil bahwa angka jamur yang didapatkan sebanyak 563.000 koloni.
2. Cacing Pada Tanah
a) Hasil
Dari hasil praktikum pemeriksaan telur cacing pada sampel tanah
kelompok 4 dengan melakukan pemeriksan sampel tanah di TPSP Piyungan Bantul dan
hasil yang diperoleh yaitu negative
terhadap telur atau larva cacing.
b) Pembahasan
Pada praktikum pemeriksaan telur
cacing pada tanah, jenis tanah yang kami periksa adalah tanah basah dan kering
terdapat pada TPSP Piyungan Bantul. Meskipun aman dan tidak mengandung telur
juga larva cacing akan tetapi dapat memungkinkan adanya cacing pada tanah
tersebut. Dalam praktikum ini tanah yang diperiksa di rendam dengan larutan
MgSO4. Hal ini karena larutan MgSO4 mempunyai berat jenis
yang lebih ringan dibandingkan dengan telur cacing sehingga telur cacing akan mengendap.
Setelah dilakukan pemeriksaan berulang-ulang, hasilnya tetap negatif.
Pencegahan penyakit parasit
tergantung pada didirikannya pertahanan terhadap penyebaran parasit dengan
menerapkan secara praktis pengetahuan biologi dan epidemiologi parasit. Hampir
semua parasit pada suatu saat dalam lingkaran hidupnya rentan terhadap tindakan
pemusnahan yang khusus. Tindakan-tindakan dalam pemberantasan penyakit parasit
:
·
Mengurangi sumber infeksi pada
manusia dengan tindakan terapi.
·
Pendidikan menjaga diri untuk
mencegah penyebaran infeksi dan untuk mengurangi kesempatan mendapat infeksi.
·
Pengawasan terhadap sumber air,
makanan, keadaan tempat hidup dan tempat bekerja serta pembuangan sampah.
·
Pemusnahan atau pemberantasan
hospes reservoir dan vektor.
·
Mendirikan pertahanan biologi
terhadap penularan parasit.
3. Kolonisasi Lalat
a) Hasil
NO
|
Titik sampling
|
Jumlah lalat yang hinggap
di blcok gril pada 30 detik ke
|
Rata-rata pengukuran dari
5 yang terbesar
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
|||
1
|
T-1
|
12
|
12
|
10
|
10
|
15
|
17
|
20
|
16
|
7
|
23
|
18,2
|
2
|
T-2
|
0
|
4
|
5
|
3
|
4
|
3
|
4
|
2
|
5
|
4
|
4,4
|
3
|
T-3
|
4
|
6
|
3
|
1
|
4
|
2
|
6
|
3
|
5
|
2
|
5
|
4
|
T-4
|
3
|
8
|
9
|
5
|
4
|
7
|
6
|
6
|
11
|
10
|
9
|
5
|
T-5
|
6
|
3
|
5
|
5
|
4
|
15
|
10
|
9
|
8
|
7
|
11
|
6
|
T-6
|
7
|
9
|
9
|
5
|
4
|
11
|
10
|
6
|
8
|
12
|
10,2
|
Rata-rata jumlah Kepadatan Lalat
di TPST
Piyungan adalah :
10
ekor/ 5 detik.
b) Pembahasan
Dari hasil pengamatan, dapat diketahui
bahwa spesies Musca domestica (lalat rumah) merupakan spesies yang paling banyak
ditemukan di TPST Piyungan. Hal ini dapat dikarenakan sampah yang terdapat di
TPST sebagian besar merupakan sampah rumah tangga. Lalat rumah ini
mengandalikan insting tertarik pada bau-bau yang khas yaitu pada sampah yang
membusuk. Hal ini dapat dipastikan bahwa di TPST Piyungan merupakan tempat
menyediakan banyak makanan bagi lalat hijau. Selain itu, Jenis lalat S.
calcitrans (L) merupakan lalat yang memiliki ukuran tubuh yang lebih besar
dibanding dengan L. illustris dan M. domestica. Jenis lalat ini memiliki warna
tubuh hitam sampai kecoklatan dan mata berwarna mengkilap. Menurut Cristina
(1991), induk dari S. calcitrans (L) biasanya meletakkan telur di permukaan
daun atau tempat-tempat yang terletak di atas permukaan air. Larvanya bersifat
akuatik, pada dewasa jantan sering terdapat pada bunga-bunga untuk mengambil
pollen/nektar. Sedangkan pada spesies betina menghisap darah dan sering sebagai
hama penting bagi manusia atau binatang seperti pada kuda, sapi, kijang dan
sebagai vektor penyakit. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa spesies S.
calcitrans (L) betina sering hinggap pada tubuh sapi-sapi yang digembalakan di
area TPST Piyungan dan dapat menjadi hama dengan menghisap darah sapi.
Kepadatan lalat yang paling tinggi terdapat pada lokasi TPA dengan sampah yang baru, dengan nilai rata-rata kepadatan mencapai
10
ekor/ 5 detik. Dari hasil interpretasi kepadatan lalat ini
sangat tinggi. Di pemukiman yang jaraknya ± 500 meter dari lokasi TPA juga
memiliki jumlah individu lalat yang padat. Selain faktor ketersediaan makanan
bagi lalat di pemukiman (makanan manusia atau sisa makanan), menurut Anonim2
(2007), lalat juga dapat terbang jauh mencapai 1 kilometer. Hal tersebut juga
memungkinkan lalat di TPA untuk dapat berada di area pemukiman.
Kepadatan lalat yang paling tinggi terdapat pada lokasi TPA dengan sampah yang baru, dengan nilai rata-rata kepadatan mencapai
4. Pb Dalam Tanah
a) Hasil
Dari hasil
praktikum pemeriksaan Pb dalam sampel tanah kelompok 4 dengan melakukan
pemeriksan sampel tanah di TPSP Piyungan Bantul dan hasil yang diperoleh yaitu
negative terhadap Pb dalam tanah.
b) Pembahasan
Hasil pemeriksaan Pb pada sampel
tanah di TPST Piyungan didapatkan hasil yang negatif. Hal ini dapat dikarenakan
pengambiln sampel tanah yaitu di sekitar pinggir tumpukan sampah yang tidak
terlalu banyak terdapat timbunan sampah. Apabila pengambilan sampel berlokasi
di tengah-tengah timbunan sampah terutama timbunan sampah logam, maka dapat
diperkirakan hasil pemeriksaan Pb dalam tanah akan menunjukan hasil yang
positif.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
Praktikum Lapangan yang bertempat di TPST Piyungan, didapatkan hasil :
1.
Hasil akhir dari pengolahan lindi
dibuang pada badan air, yaitu Sungai Opak
2.
Oksigen Terlarut (DO) = 5,929 mg/l
3.
BOD = 436,1 mg/l
4.
COD = 637,16
mg/l O2
5.
Kadar TSS = 397,5
mg/l
6.
Suhu didapatkan hasil 3,3
7.
pH didapatkan hasil 6,6
8.
Kelembaban 85 %
9.
Angka Jamur Tanah = 563 x 103
koloni
10.
Telur atau Larva Cacing = Negative
11.
Rata-rata jumlah Kepadatan Lalat =
10
ekor/ 5 detik.
12.
Pb pada tanah = Negative
B. Saran
Dari laporan praktikum ini praktikan menyarankan
untuk
1.
Warga Sekitar TPST Piyungan :
a. Selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar rumah dari bahaya
yang ditimbulkan oleh timbunan sampah
b. Selalu menjaga kesehatan dari berbagai ancaman penyakit dari timbunan
sampah.
2.
Para Praktikan lain :
a. Selalu bersikap sopan kepada petugas dan warga sekitar TPST Piyungan.
b. Tidak mengganggu keberadaan hewan ternak milik warga saat melakukan
praktikum
c.
Teliti dalam memeriksa kualitas
tanah dan air lindi di TPST Piyungan.
DAFTAR
PUSTAKA
kana-hapaki.blogspot.co.id/2014/01/peeriksaan-ts-tss-tds.html
Depkes
RI
@ika wulandari...ada sumber asli gak kak? kok blogspot? makasih
BalasHapus